Laman

Sabtu, 11 Februari 2012

06 - INTERMEZZO 1: Berpikir terbalik


Berikut saya akan sajikan ilustrasi, bagaimana memori/hafalan yang kemudian menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi perilaku kita, justru hanya memenjara kita dan menyediakan jalan buntu dalam pemecahan persoalan.


KASUS 1.
Menentukan kerikil hitam atau putih

Seorang Bapak dari keluarga miskin yang mempunyai seorang anak gadis yang sangat cantik, terlilit hutang tanpa ada kemungkinan dia mampu membayar kembali hutangnya itu beserta bunganya. Pada jaman itu, seorang rentenir dapat membuat keputusan apa saja kepada orang yang tidak mampu mambayar hutangnya.
Sore itu matahari mulai condong ke barat, saat sang rentenir mendatangi rumah si Bapak miskin itu. Lalu dia mengemukakan “niat baiknya”, menawarkan jalan ke luar kepada si Bapak miskin.
            “Dengan keadaan Anda ini, bagaimana kalau kita mengadu nasib saja. Siapa tahu Anda beruntung hari ini”, kata si rentenir membuka pembicaraan.
            “Maksud Anda?”, tanya si Bapak miskin, pendek.
            “Mari kita undi saja nasib kita. Di taman kota sana, ada bagian hamparan yang ditaburi kerikil hitam dan putih. Nah, aku akan mengambil satu kerikil hitam dan satu kerikil putih, lalu akan masukkan ke dalam kantong kain ini”, sambil dia menunjukkan kantong kain yang sengaja dibawanya dari rumah.
“Agar adil, anak gadis Anda inilah yang mengocok kantong tadi, sampai ada salah satu kerikil yang keluar dari dalam kantong. Jika kerikil putih yang keluar dari dalam kantong, maka Anda beruntung. Seluruh hutang beserta bunganya saya anggap lunas. Tetapi jika kerikil hitam yang keluar, maka anak gadis Anda saya ambil sebagai ganti hutang Anda”.
            Singkat cerita, si Bapak miskin tidak mempunyai pilihan lain kecuali menyetujui tawaran si rentenir. “Ya, siapa tahu keburuntungan berpihak kepadaku hari ini”, bisiknya dalam hati.
            Maka pergilah mereka bertiga ke taman kota dan menuju ke sehamparan kerikil hitam-putih yang menjadi penghias taman itu. Mulailah si rentenir mengambil dua butir kerikil, persis di depan kakinya. Karena begitu tegangnya, si anak gadis berkonsentrasi terhadap setiap gerakan yang dilakukan si rentenir. Alangkah terkejutnya dia ketika dilihatnya bahwa si rentenir itu curang, karena kerikil yang diambilnya itu ternyata kedua-duanya berwarna hitam. “Sudah menjadi nasibnyakah menjadi “piaraan” si rentenir?”, pikirnya.
Setelah kedua kerikil dimasukkan ke dalam kantong, diserahkannya kantong itu kepada si anak gadis.

Seandainya Anda ditimpa masalah seperti itu, apakah gerangan yang terbayang di benak Anda selain membayangkan nasib buruk Anda? Ya, bukankah kerikil yang akan keluar saat dikocok itu pasti kerikil hitam?. Bahkan mungkin, kerikil hitam itu meloncat-loncat di pelupuk mata Anda sejak saat sebelum kantong dikocok.
Bagaimana jalan ke luarnya, mari kita ikuti kisah ini lebih lanjut.

Sesaat sebelum anak gadis itu mengocok kantong yang berisi kedua kerikil “hitam dan putih”, tiba-tiba dia mengulum senyum. Rupanya sudah diperolehnya akal agar dia bisa ke luar dari masalah ini. Apakah si gadis akan menyulap kerikil hitam menjadi putih?
Dengan kocokan yang tampak tergesa-gesa, keluarlah salah satu kerikil dari dalam kantong. Dan…….hup, kerikil itu lepas, gagal ditangkap oleh tangan si anak gadis itu, sehingga jatuh berbaur dengan kerikil hitam-putih di taman itu.
Bagi si Bapak miskin dan rentenir itu, tentu sekarang timbul problem, kerikil berwarna apakah yang telah jatuh tadi? Ya, begitulah “kebiasaan” memenjarakan pikiran kita. Pastilah kita juga akan bertanya: “Kerikil berwarna apakah yang telah jatuh tadi?, seperti si rentenir yang penasaran itu.
            “Menentukan warna kerikil yang jatuh dalam undian tadi, sangatlah mudah Pak”, kata si gadis mencairkan keadaan.
“Meskipun kerikil tadi sudah jatuh sehingga berbaur dengan kerikil-kerikil lain di taman ini, tetapi kita bisa memastikan warna kerikil yang jatuh dengan melihat kerikil yang tersisa di dalam kantong ini. Kalau kerikil yang di dalam kantong ini berwarna hitam, berarti kerikil yang jatuh tadi berwarna putih. Sebaliknya, kalau kerikil yang tersisa di dalam kantong ini berwarna putih, berarti kerikil yang jatuh tadi berwarna hitam. Kalau yang terakhir ini yang terjadi, maka sejak saat ini, saya menjadi milik Bapak”, katanya sedikit menantang.
            Ya, tentu saja kerikil yang tersisa di dalam kantong itu berwarna hitam. Artinya, kerikil yang jatuh tadi berwarna “putih” bukan?


KASUS 2.
Menentukan bagian pesawat yang harus diperkuat dengan plat baja

            Konon, pada saat sedang berkecamuknya perang dunia kedua, Amerika banyak sekali kehilangan pesawat terbangnya karena ditembak jatuh oleh musuh. Diputuskan, bahwa badan pesawat harus diperkuat dengan plat baja. Problemnya, kalau seluruh badan pesawat dilapisi plat baja, maka beban pesawat menjadi terlalu berat. Oleh karena itu, hanya bagian tertentu yang paling rawan sajalah yang diperkuat dengan plat baja. Untuk menentukan bagian badan pesawat yang akan diperkuat tersebut, diundanglah seorang pakar statistika.
            Mulailah si pakar statistik itu bekerja. Dia membagi tubuh pesawat menjadi 4 bagian, yaitu bagian depan, lambung, ekor dan sayap. Setiap pesawat yang kembali ke pangkalan setelah bertempur, dihitungnya jumlah lubang pada tubuh pesawat yang diakibatkan oleh peluru musuh. Setelah kira-kira seminggu lamanya si ahli statistika itu mencatat data itu, diketahui bahwa:
a.   Rata-rata pesawat yang selamat kembali kepangkalan 60–70%
b.   Dari jumlah yang selamat itu, 95% babak belur pada bagian sayap, lambung, dan ekor, sedangkan sisanya (5%) babak belur pada bagian depan pesawat
Artinya, peluang tertembaknya bagian depan pesawat itu sangat kecil bukan?
            Berdasarkan hasil penelitiannya tersebut, si ahli statistika itu lalu mengajukan rekomendasi teknis kepada Departemen Pertahanan. Dia menyatakan: “Bagian pesawat yang sebaiknya diperkuat dengan plat baja adalah bagian depan”.
            Anehnya, kementerian pertahanan Amerika tidak heran dengan kesimpulan dan rekomendasi si ahli statistika itu. Bahkan pihak departemen langsung menyetujui rekomendasi itu. Dan Amerika pun memperoleh kemenangannya.
            Bagi kita tentunya aneh, kok bagian yang paling sedikit peluangnya terkena peluru justru yang harus diperkuat?.
Tentu saja kementerian pertahanan Amerika itu tidak heran, karena mereka sudah diberi tahu alasannya oleh si ahli statistika tadi. Sedangkan Anda kan belum saya beri tahu alasannya!? Cobalah berpikir terbalik, dan Anda akan menemukan alasannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar