Telah saya
sebutkan sebelumnya, bahwa pikiran cenderung analitis, memilah-milah, separatis,
friktif, parsial. Sebaliknya, ia tidak mampu mencerap objek secara tuntas.
Untuk itu marilah kita perhatikan Gambar 4, yang akan menggambarkan bagaimana
pikiran kita berperilaku.
Gambar 4. Bayangan sebagai objek pikiran
1. Hakikat sesuatu objek
pikiran selalu bersifat tersembunyi, atau setidaknya tidak akan pernah tuntas
dicerap secara menyeluruh oleh pikiran. Ya, selalu saja ada bagian yang tidak
kita mengerti. Bahkan kata Imam Syafiei: “Makin banyak yang aku ketahui, makin
sadarlah saya bahwa jauh lebih banyak lagi yang belum saya ketahui”. Kalau kita
mengenal istilah metodologi, maka sebenarnya hanya berarti “cara logis untuk
mendekati objek”, dan bukan cara mencerap objek secara tuntas
2. Dalam konteks praktis,
biasanya kita lalu membagi tugas kepada beberapa orang dari berbagai disiplin
ilmu misalnya. Sekarang akan saya tunjukkan, bahwa model “membagi tugas”
seperti ini mengandung kelemahan atau bahaya, kalau kita tidak memahami
karakter pemikiran di balik pembagian tugas itu
3. Kembali ke gambar, apa
yang kita pikirkan tentang suatu objek sebenarnya hanya “bayangannya saja”.
Perhatikan, orang yang kebetulan pada posisi A akan mengatakan bahwa hakikat
objek yang diamatinya adalah sebuah BOLA, sedangkan menurut orang di posisi B
adalah sebuah BALOK. Padahal kita tahu bahwa hakikat objek pada gambar adalah
tabung. Mari saya peragakan letak kelemahannya dengan logika matematika
sederhana berikut ini:
TABUNG = BOLA +
BALOK…..(?), atau BOLA + BALOK = TABUNG…..(?). Jadi kalau pikiran kedua orang
itu disatukan ternyata tidak sama dengan hakikat objek itu bukan?
4. Oleh karena pikiran
tidak akan pernah mampu mencerap hakikat objek secara tuntas, maka berarti
pikiran tidak akan pernah mampu berbicara perihal KEBENARAN. Pikiran hanya
mampu berbicara perihal KEBETULAN. Mengambil hikmah dari gambar di atas, maka
“KEBETULAN + KEBETULAN ¹ KEBENARAN” bukan?
Artinya, kita tidak bisa menemukan kebenaran dengan mengumpulkan
kebetulan-kebetulan.
5. Dengan kata lain,
pikiran tidak mampu melakukan VALUASI (penilaian salah-benar), pikiran hanya
mampu melakukan EVALUASI (menyatakan fakta-fakta parsial).
Mungkin Anda masih agak
bingung. Jangan khawatir, saya juga bingung kok. Mari kita ambil contoh
lain berikut ini.
GAJAH itu haruslah sama dengan GAJAH bukan?
Tetapi, sadarkah Anda bahwa jalan pikiran kita sehari-hari tidak demikian.
Jalan pikiran kita mengatakan bahwa gajah itu = bulat-panjang (kaki) +
pipih-lebar (kuping) + berbulu (kulit) + ...... + n.
Kalau unsur-unsur itu dijumlahkan, akankah
sama dengan gajah? Pasti,......tidak bukan!? Memang, air (H2O) itu
sama dengan H2 + O2. Tetapi kalau Anda haus, apakah Anda minum H2 ditambah O2? Masih bingung?. Mari kita lihat
gambaran lain.
Misalnya, suatu penelitian menghendaki Anda
mengukur/mengamati karakter DAUN TANAMAN RAMBUTAN. Perhatikan kata daun,
tanaman dan rambutan. Dan perhatikan pula, bagaimana suasana psikis Anda saat
mengamatinya.
a. Meskipun perhatian Anda tertuju hanya kepada DAUN, tetapi pasti
Anda sadar sesadar-sadarnya bahwa DAUN itu hanyalah sebagian dari bagian-organis
TANAMAN, dan TANAMAN itu adalah RAMBUTAN. Oleh karena daun itu hanya sebagian
organ, maka pasti ia bersangkut-paut dengan bagian-bagian lain (akar, batang,
dst.). Tetapi kita bisa membedakan bahwa daun bukanlah akar, dan akar bukanlah
batang. Begitulah seterusnya kesadaran Anda dari saat ke saat selama melakukan
pengamatan
b. Oleh karena itu, praktik-praktik dalam ilmu ragawi biasanya bisa
lebih dijamin kebenarannya daripada ilmu non-ragawi. Sehingga, bagian-bagian
yang diamati secara terpisah pun, setelah disatukan akan membangun suatu sistem
konsistensi logika yang utuh. Pada contoh di atas, rangkaiannya membentuk
bangun TANAMAN RAMBUTAN. Suatu bangun yang membentuk sistem konsistensi
logika yang utuh, itulah fakta namanya.
Berdasarkan uraian di atas, maka berlaku prinsip umum
:
a. Keseluruhan tidak sama dengan jumlah bagian-bagiannya, atau
b. Keseluruhan sama dengan keseluruhan itu sendiri (gajah = gajah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar