Di
bawah ini saya menggambar sebuah lingkaran, lalu persis bersinggungan pada
salah satu sisinya saya bikin garis “sedikit bengkok (lengkung)”. Cobalah Anda
amati baik-baik garis itu beberapa detik sambil membisikkan kalimat: “Ya, garis
itu bengkok, garis itu bengkok” sebanyak yang Anda suka.
Sekarang
dengarkan keterangan saya:
1.
Sayang
sekali, saya telah membohongi Anda. Sebenarnya garis itu lurus belaka. Kalau
tidak percaya, coba saja Anda ambil penggaris yang masih baik, lalu buktikan!
Ya, garis itu lurus!.
2.
Mata
Anda telah mengelabui Anda, didukung bisikan Anda yang menimbulkan efek
hipnotis, sehingga qalbu Anda yakin: “Ya, garis itu bengkok”. Begitulah sebuah
tipuan terjadi dari dalam diri Anda sendiri, di dalam diri kita semua!
3.
Dengan
cara yang sama, pikiran juga sering menipu dalam membentuk perilaku kita
sehari-hari. Dan ketika pikiran kita biarkan terus mengoceh, mencari
bukti-bukti pembenaran perilaku diri kita sendiri, makin jauhlah kita dari
kebenaran, makin jauh dari fakta. Tentu saja kita tak menyadari hal ini.
4.
Hikmah
yang diperluas dari peristiwa tipu-menipu itu adalah: (a) perilaku yang lurus,
bisa saja tampak bengkoj, sebaliknya, tentu saja (b) perilaku yang bengkok pun
dapat terlihat lurus.
5.
Dalam
kasus ini, pikiran mustahil dapat membantu Anda untuk meluruskan “pandangan”
Anda itu. Bahwa kemudian Anda mengambil penggaris untuk menguji
lurus-bengkoknya garis itu, semata karena “petunjuk” saya bukan? Sebelum saya
memberi “petunjuk” tadi, Anda adalah seorang yang tidak tahu bahwa Anda tidak
tahu. Itulah gunanya orang
lain!
Oleh karena itulah, saya
berani bilang, bahwa membangun jarak dan kebencian dengan orang lain, atas nama
apa pun, adalah termasuk kejahatan kemanusiaan terbesar. Sebab, hal itu akan
menutup hadirnya kebenaran dan berkahnya, yang mustahil dapat kita duga dari
mulut siapa kebenaran itu menghampiri kita. Lalu dimulailah satu proses reduksi
kemanusiaan kita. Seiring dengan waktu, mulailah proses sebal, kebal dan
akhirnya bebal terhadap kebenaran (summun bukun umyun fahum layarji’un, menurut versi Al-Qur’an).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar